Harakah.id – Umat Islam Indonesia banyak mempertanyakan status hukum bunga (interst) yang dikenakan dalam transaksi pinjaman (al-qardh)atau utang piutang (al-dayn) baik yang dilakukan oleh lembaga keuangan, individu dan lainnya. Apakah dia masuk kategori riba atau tidak.
Umat Islam Indonesia banyak mempertanyakan status hukum bunga (interst) yang dikenakan dalam transaksi pinjaman (al-qardh)atau utang piutang (al-dayn) baik yang dilakukan oleh lembaga keuangan, individu dan lainnya. Apakah dia masuk kategori riba atau tidak.
Jika masuk kategori riba, maka para ulama dari zaman dulu hingga sekarang sepakat bahwa riba itu haram dan termasuk salah satu dosa besar. Di dalam al-Quran untuk pembahasan riba bisa dilihat dalam surah al-Baqarah ayat 275-280 dan Ali Imron ayat 130.
Di dalam surah al-Baqarah ayat 275-280, ada beberapa pesan penting yang perlu kita pahami berkenaan dengan riba yaitu, Pertama, Alloh menggambarkan orang-orang yang makan harta riba bangkitnya mereka dari kubur seperti orang yang kemasukan setan lantaran penyakit gila. Penggambaran ini disebabkan mereka berpendapat bahwa jual beli itu sama seperti riba.
Kedua, Alloh menghancurkan riba dengan melenyapkan keberkahannya. Ketiga, Alloh tidak menyukai orang-orang yang menghalalkan riba dan mereka disebut oleh Alloh sebagai orang-orang yang ingkar lagi banyak dosa. Keempat, meninggalkan riba termasuk bentuk ketakwaan kepada Alloh. Kelima, Alloh dan Rasul-Nya mengumumkan perang kepada para pelaku pemakan riba.
Dan dalam surah Ali Imron ayat 130, ayat ini berisikan larangan Alloh kepada orang-orang beriman agar tidak memakan riba dengan berlipat ganda dengan cara memberikan tambahan pada harta yang diutang yang ditangguhkan pembayarannya dari tempo yang telah ditetapkan.
Kemudian beralih kepada hadis-hadis Rasulullah s.a.w. Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (w. 261 h) dari riwayat sahabat Abdullah dan riwayat sahabat Jabir, disebutkan bahwa orang yang bersinggungan dengan riba baik yang mengambil, yang memberikan, yang menuliskan dan orang yang menyaksikan, semuanya dilaknat oleh Rasulullah s.a.w. dari hadis ini bisa kita pahami bahwa semua yang terlibat akan berdosa.
Di hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam an-Nasa’i (w. 303 h) dari riwayat sahabat Abu Hurairah, disebutkan bahwa akan ada masa di mana umat manusia sudah terbiasa memakan riba, sehingga yang tidak memakannya akan ikut mendapatkan imbasnya. Di hadis yang lain lagi yang diriwayatkan oleh imam Ibnu Majah (w. 273 h) dari sahabat Abdullah bahwa riba memiliki 73 pintu.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) di dalam fatwanya memberikan definisi bunga (interest) sebagai tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang (al-qardh) yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu, diperhitungkan secara pasti di muka, dan pada umumnya berdasarkan persentase.
Selanjutnya MUI menetapkan pembungaan seperti itu masuk kategori riba nasi’ah dan hukumnya haram, baik dilakukan dengan Bank, Asuransi, Pasar Modal, Pengadaian, Koperasi, dan Lembaga Keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu.
Sehingga bunga yang ditetapkan haram oleh MUI adalah bunga yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang (al-Qardh).
Demikian ulasan mengenai Alasan MUI di Balik Fatwa yang Mengharamkan Bunga Bank. Semoga Alasan MUI di Balik Fatwa yang Mengharamkan Bunga Bank ini bermanfaat bagi yang ingin menambah wawasan.
Artikel kiriman Muhammad Thaberani, Mahasantri Internation Institute for Hadith Sciences Darus Sunnah, Jakarta.