Harakah.id – Orang tua mempunyai hak untuk dipatuhi dan diperlakukan baik oleh anaknya. Si anak juga berkewajiban untuk memperhatikan sisi bakti kepada orang tuanya, bahkan dalam urusan ibadah. Dan di antara ibadah yang harus memperhatikan sisi bakti kepada orang tua dalam pelaksanaanya adalah jihad.
Ketika seorang anak hendak berjihad, ada rincian hukum yang harus diperhatikan terkait permintaan izin kepada orang tua. Ini berkaitan dengan perbedaan hukum jihad; ada jihad yang berhukum fardhu ‘ain dan ada jihad yang dihukumi fardhu kifayah. Maka hukum meminta ijin dan berangkat untuk berjihad pun berbeda.
Berikut adalah keterangannya:
1. Jihad yang dihukumi Fardhu Kifayah
- Anak tidak boleh pergi berjihad tanpa izin orang tua. Sebagian besar fuqaha secara tegas mengatakan hal tersebut, seperti yang telah di kemukakan oleh ulama Hanafiyah, Malikiyyah, Syafi’iyah dan Hanabillah.
Namun Ibnu Nujaim dari kalangan Hanafiyah berpendapat, tidak haram hukumnya seorang anak pergi berjihad yang hukumnya fardhu kifayah tanpa izin orang tua, hanya makruh saja. Alasan ini berdasar pada ungkapan fuqaha hanafiyah “menjaga amalan fardhu ‘ain lebih utama”.
Pernyataan ini di tentang dalam kitab Fathul Qadir yang menyatakan bahwa “haram hukumnya pergi berjihad sementara salah satu dari kedua orang tua tidak suka, karena taat kepada orang tua hukumnya fardhu ‘ain, sementara jihad tidak berhukum fardhu ‘ain bagi si anak. Meskipun ada sejumlah hadis yang menjelaskan keistimewaan berjihad”.
Baca Juga: Muhaddis-Fakih Dari Baghdad Itu Bernama Ahmad bin Hanbal
Pendapat ini didasarkan pada dua hadis:
Pertama, hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amr, ia menuturkan, “seseorang datang kepada Rasulullah Saw lalu berkata, ‘aku datang untuk berbai’at kepadamu untuk berhijrah sementara kedua orang tuaku aku tinggal dalam keadaan menangis’ ‘kembalilah pada keduanya, buat keduanya tertawa seperti kau membuatnya menangis’ tutur beliau.” (HR. Ahmad).
Kedua, sebuah hadis tentang kisah Jahimah bin Abbas yang pernah bertanya kepada Nabi Saw, “wahai Rasulullah, aku ingin berperang, aku datang kemari untuk meminta pendapatmu ‘apa kau punya ibu?’ tanya beliau. ‘ya’ jawabnya. ‘tetaplah berbakti kepadanya, karena surga berada di dekat kedua kakinya, ‘tutur beliau’. (HR. An-Nasa’i).
- Amalan fardhu kifayah tidak memerlukan izin seperti halnya amalan fardhu ‘ain. Demikian salah satu pendapat kalangan Hanabilah. Pendapat ini di dasarkan pada alasan bahwa fadhu kifayah memiliki sisi kesamaan dengan fardhu ‘ain, karena secara permulaan, masing-masing dari keduanya wajib bagi semua orang.
2. Jihad yang Dihukumi Fardhu ‘Ain
Jika jihad yang berhukum fadhu ‘ain, anak harus tetap pergi berjihad meskipun tanpa ijin kedua orang tuanya. Demikian pedapat sebagian besar kalangan ahlul ‘ilmi dari ulama Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah.
Pendapat ini didasarkan pada sebuah argumentasi bahwa “meninggalkan amalan fardhu ‘ain adalah suatu kemaksiatan, dan siapapun tidak berhak ditaati untuk melakukan suatu kemaksiatan kepada Allah Swt” (Syarh az-Zarkasyi).