Harakah.id – Imam an-Nasa’i adalah pengarang Sunan An-Nasa’i yang merupakan salah satu dari Kutubusittah atau enam kitab hadis yang disepakati oleh para ulama.
Imam An-Nasa’i menghafal dengan baik ratusan ribu hadis dengan pemahaman yang mendalam.
Nama lengkap Imam An-Nasa’i adalah Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Sinan bin Bahr. Beliau diahirkan pada tahun 215 hijriah di desa Nasa’, salah satu kota di daerah Khurasan.
Di kalangan para ulama dan muhaddis, beliau lebih dikenal dengan nama al-Nasa’i, sesuai dengan desa kelahirannya.
Menurut banyak riwayat, di usianya ke 15 tahun, Imam Nasa’i telah memulai mengembara ke daerah Baghlan untuk belajar kepada salah seorang ulama hadis ternama saat itu, Imam Qutaybah bin Sa’id.
Sejak saat itu, kecenderungan dan minatnya kepada ilmu hadis kian tumbuh berkembang. Beliau juga mengembara ke berbagai tempat seperti: Baghdad, Kufah dan Bashrah, Haran, Maushil Syam, Mesir dan wilayah Hijaz untuk berguru kepada banyak ulama.
Di antara para ulama yang menjadi gurunya adalah Ishaq bin Ibrahim, Hisyam bin ‘Ammar, Suwaid bin Nashr, Ahmad bin ‘Abdah Al-Dlabbi, Abu Thahir bin al-Sarh, Yusuf bin ‘Isa Al-Zuhri, Ishaq bin Rahawaih, Al Harits bin Miskin, Ali bin Kasyram, Imam Abu Dawud, Imam Abu Isa al-Tirmidzi, dan yang lainnya.
Dari Imam al-Nasa’i pun kemudian lahir banyak sekali ulama’.
Selain dikenal sebagai salah seorang ulama yang kuat hafalannya, Imam Nasa’i juga dikenal sebagai ulama hadis yang memiliki pemahaman yang mendalam terhadap hadis-hadis Nabi.
Ketelitian dan kejeliannya dalam memilah riwayat juga tidak perlu diragukan lagi.
Ratusan ribu hadis dihafal dengan baik oleh Imam Nasa’i, berikut dengan pemahaman yang mendalam atas hadis-hadis yang dihafalnya.
Salah satu produk karyanya yang paling besar adalah kitab Sunan An-Nasa’i. Kitab hadis yang berisi sekitar 5700 hadis ini merupakan salah satu kitab dari enam kitab yang mendapat julukan Kutubus Sittah.
Jumlah hadis tersebut adalah hasil seleksi ketat yang dilakukan Imam Nasa’i dari ratusan hadis yang dihafal dan didapatkannya dari pengembaraan serta pertemuannya dengan banyak guru.
Dalam kitab Sunan An-Nasa’I, kita tidak hanya akan menemukan kepiawaian dan keahlian Imam Nasa’i di bidang hadis, namun kita juga akan mendapati keahlian Imam Nasa’i di bidang fiqih.
Kitab yang disusun berdasarkan bab-bab fiqih ini, selain menyajikan hadis-hadis dengan kualitas baik, juga menyertakan sedikit pemahaman atas hadis yang dicantumkan melalui penempatan bab-babnya.
Menurut Imam Adz-Dzahabi, Imam al-Nasa’i meninggal di Ramlah; satu daerah di Palestina. Pendapat ini didukung oleh Ibn Yunus, Abu Ja’far al-Thahawi (salah seorang murid al-Nasa’i) dan Abu Bakar al-Naqatah. Imam al-Nasa’i meninggal pada tahun 303 H dan dikebumikan di Bait al-Maqdis, Palestina.