Harakah.id – Pelacuran ini termasuk ke dalam perbuatan zina. Pandangan hukum Islam tentang perzinaan jauh berbeda dengan konsep hukum konvensional.
Prostitusi (pelacuran) adalah praktik hubungan seksual sesaat, yang kurang lebih dilakukan dengan siapa saja, untuk imbalan berupa uang. Prostitusi (pelacuran) ini banyak digeluti oleh wanita yang biasanya disebut dengan PSK (Pekerja Seks Komersial) atau Kupu-Kupu Malam. (Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, 2010). Sedangkan bisnis prostitusi adalah bisnis yang dijalankan oleh seseorang yang biasa disebut dengan Mucikari atau Germo yang berperan sebagai pengasuh, perantara atau pemilik PSK (Pekerja Seks Komersial).
Bisnis Prostitusi ini sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Di Indonesia, bisnis prostitusi ini muncul pada saat pemerintah Belanda di Indonesia yang melegalisasi prostitusi. Sampai sekarang bisnis prostitusi ini masih berjalan di Indonesia, bahkan sudah menyebar ke seluruh wilayah di Indonesia. Sehingga bisnis ini tidak asing lagi di masyarakat, bahkan Bisnis Prostitusi ini sudah ada ditayangkan dalam perfilman Indonesia, seperti film Kupu-Kupu Malam yang menceritakan seorang gadis yang terpaksa menjadi kupu-kupu malam karena ia harus mengumpulkan biaya pengobatan untuk adiknya yang sakit.
Maraknya bisnis prostitusi ini dilakukan secara online. Jadi, orang dari luar negeri pun bisa mengakses dan memesan langsung tanpa harus bertemu. Kebanyakan perempuan yang memilih untuk menjadi PSK/Kupu-kupu Malam ini karena masalah sosial dan ekonomi.
Ada anak yang tidak mempunyai orang tua dan tidak ada yang melindungi atau membimbingnya, ada juga anak yang lepas dari pengawasan orang tua sehingga terjerumus ke dalam pergaulan bebas, dan ada juga karena tuntutan ekonomi yang mengharuskannya untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Pelacuran ini termasuk ke dalam perbuatan zina. Pandangan hukum Islam tentang perzinaan jauh berbeda dengan konsep hukum konvensional atau hukum positif, karena dalam hukum Islam, setiap hubungan seksual tanpa ikatan pernikahan, seperti pelacuran masuk ke dalam kategori perzinaan yang harus diberikan sanksi hukum kepadanya, baik itu dalam tujuan komersil ataupun tidak, baik yang dilakukan oleh yang sudah berkeluarga ataupun belum. (Mia amalia, 2018, Prostitusi dan Perzinahan Dalam Perspektif Hukum Islam).
Dalam masalah hukum pelacuran dan bisnis prostitusi ini, Allah menjelaskan dalam QS. An-Nur ayat 2.
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِيْ فَاجْلِدُوْا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖوَّلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِيْ دِيْنِ اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۚ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَاۤىِٕفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِيْنَ
Artinya: “Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman.”
Dari ayat diatas, dapat disimpulkan bahwa hukuman atas pezina muhsan (yang sudah menikah) ini menurut jumhur Ulama adalah 100 kali dicambuk dan dirajam. Sedangkan hukuman atas pezina ghairu muhsan (yang belum menikah) ini adalah dicambuk 100 kali dan diasingkan keluar kampung selama satu tahun. (HR. Muslim)
Hukum Islam berbeda dengan hukum negara, sehingga sanksi yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an bagi pelaku zina tidak diterapkan. Hasilanya, kegiatan bisnis prostitusi ini terus berlangsung hingga sekarang yang sudah memasuki era akhir zaman. Dimana segala bentuk hal yang keji dan salah terus dilakukan oleh manusia. Kita sebagai rakyat biasa tidak bisa bertindak semaunya untuk menghukum seseorang, sehingga kita hanya bisa menjauhi hal-hal yang buruk seperti bisnis prostitusi ini dengan menjaga diri dari pergaulan yang bebas serta lebih mendekatkan diri kepada Allah.
Artikel kiriman dari Siti Raudhah, Mahasiswa Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir IAIN Langsa, Aceh.