Harakah.id – Bulan Safar itu bulan sial? Masa sih? Mitosnya sih begitu. Padahal Bulan Safar itu menyimpan banyak sekali keutamaan lho.
Sebagaimana layaknya bulan-bulan qamariyah lainnya dalam kalender Hijriyah, bulan Safar merupakan waktu yang diciptakan atas kehendak dan kekuasaan Allah Subhanahu wata’ala. Safar merupakan bulan kedua yang jatuh setelah bulan Muharram dan sebelum Rabiul Awwal dalam sistem kalender Islam. Tetapi, apabila hendak mendiskusikan mengenai Safar, masih cukup banyak masyarakat (umat muslim) yang mempunyai prasangka dan pemikiran bahwa bulan Safar adalah bulan yang penuh dengan bencana dan kesialan.
Akibatnya adalah banyak umat Islam yang tidak boleh menyelenggarakan kegiatan-kegiatan penting seperti selamatan, pesta pernikahan dan lain sebagainya pada bulan Safar. Padahal sesungguhnya pandangan seperti itu kurang tepat karena ini berangkat dari pemikiran, kebiasaan, dan budaya orang Arab Jahiliyah pada zaman dahulu.
Imam Ibnu Mandzur di dalam kitabnya yang berjudul “Lisanul Arab” mengungkapkan bahwa nama bulan Safar dipilih karena pada saat itu kota Mekkah dalam keadaan kosong karena ditinggal oleh para penghuninya.
لِإِصْفَارِ مَكَّةَ مِنْ أَهْلِهَا إِذَا سَافَرُو
Artinya: “Karena kosongnya Makkah dari penduduknya apabila mereka bepergian.” dalam Ibnu Mandzur, Lisânul ‘Arab, Dar el-Shâdir, Beirut, juz 4, halaman 460.
Kemudian tidak tau bagaimana asal mulanya, orang-orang jahiliyah kemudian mempunyai anggapan (pemikiran) bahwa bulan Safar adalah bulan atau waktu yang penuh dengan bencana dan kesialan. Bulan Safar itu bulan sial! pandangan ini kemudian diluruskan oleh Nabi Muhammad. Tetapi meskipun telah diluruskan oleh Rasulullah Shalallhu alaihi wasallam dengan perkataan dan tindakan beliau, tetap saja masih terdapat orang yang meyakini bahwa Safar merupakan bulan yang penuh dengan kesialan dan bencana.
Padahal setiap bulan itu sama-sama baiknya. Bahkan Habib Abu Bakar al-‘Adni dalam Mandhûmah Syarh al-Atsar fî Mâ Warada ‘an Syahri Shafar mengungkapkan bahwa banyak terjadi peristiwa penting di bulan Shafar, di antaranya adalah: Rasulullah Saw menikah dengan Sayyidah Khadijah binti Khuwailid, putri Rasulullah Saw yakni Sayyidah Fatimah Az-zahra menikah dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib, hingga mulai berhijrah dari kota Makkah ke kota Madinah demi mensyiarkan agama Islam.
Kemudian Allah menegaskan di dalam AlQur’an bahwa setiap bencana, musibah, dan ujian merupakan bagian daripada kehendak Allah Ta’alaa yang dapat terjadi kapanpun bukan hanya di bulan Safar.
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Mā aṣāba mim muṣībatin illā bi`iżnillāh, wa may yu`mim billāhi yahdi qalbah, wallāhu bikulli syai`in ‘alīm
Artinya : Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali atas izin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. At Taghabun: 11)
Ayat ini semakin memperjelas bahwa segala sesuatu yang kita alami tidak akan pernah dapat terjadi kecuali dengan izin dan kehendak dari Allah Subhanahu wata’ala. Allah lah satu-satunya Dzat yang berwenang atas diri setiap makhluk.
Tetapi, apabila masih terdapat perasaan keragu-raguan, dan kekhawatiran dalam diri kita, Rasulullah Shalallahu alaihi Wasallam menganjurkan kepada kita sebagai umatnya untuk mengamalkan sebuah doa agar dapat terhindar dari segala sesuatu yang kurang baik dan tidak diinginkan. Doa ini tertera di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Sahabat Abdullah bin Amr radhiyallahu ahnu dalam hadis Rasululullah Saw yang dishahihkan oleh Al Albani di dalam Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah, No. 1065 sebagai berikut.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رضى الله عنهما قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ قَالَ أَنْ يَقُولَ أَحَدُهُمْ اللَّهُمَّ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ
Artinya: “Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang dipalingkan dari keperluannya oleh perasaan bernasib sial maka sungguh dia telah berbuat syirik.” Para shahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apa penebus perasaan itu”, beliau menjawab: “Salah seorang dari kalian mengucapkan: “Allahumma laa khaira illa khairuka wa laa thaira illa thairuka wa laa ilaaha ghairuka” (Wahai Allah, tidak ada kebaikan melainkan kebaikan dari Engkau, tidak ada kesialan kecuali kesialan yang Engkau takdirkan dan tidak ada yang patut disembah selain Engkau).”
Kita dapat mengamalkan (membaca) doa tersebut setiap waktu secara istiqomah, terutama setelah selesai shalat fardhu, agar terhindar dari kekhawatiran, dan juga keburukan serta kesialan. Karena Allah akan senantiasa melindungi hambaNya yang meminta (berdoa).
Sebagai seorang mukmin, sebaiknya kita dapat menjaga kemurnian tauhid, menjaga keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya. Mengimani (meyakini) bahwa setiap bulan, setiap waktu itu baik , tidak ada bulan yang sial.
Percaya bahwa setiap keburukan dan kebaikan yang diterima oleh orang-orang yang beriman merupakan bagian dari kehendak Allah Subhanahu wata’ala. Serta berusaha untuk meyakini bahwa apapun yang kita terima baik buruknya, terdapat hikmah dan pelajaran dibelakangnya yang dapat kita petik guna meingkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah.
Itulah penjelasan mitos kalau Bulan Safar itu bulan sial. Ada doa-doanya yang bisa kamu baca lho di Bulan Safar!