Harakah.id – Hizib Ghazali adalah sebuah susunan doa yang dinisbatkan kepada Imam al-Ghazali. Hizib Ghazali, sebagaimana hizib lainnya, cukup populer diamalkan masyarakat Indonesia.
Membutuhkan waktu sekitar lima belas menit untuk membacanya bagi yang baru pertama kali membaca, serta tidak sampai sepuluh menit bagi yang telah terbiasa. Itulah gambaran jika ada yang mengatakan bahwa Hizib Ghazali lebih panjang dibanding hizib lainnya.
Para ulama memberi nama hizib ini dengan sebutan yang beragam. Kelompok yang menganut paham tasawuf ala Imam Al-Ghozali dan penganut tarekat Qadiriyah menyebutnya dengan “Hizb Al-Ghozali”, dinisbatkan kepada penyusunnya, Hujjatul Islam Abu Hamid Al-Ghazali.
Nama Hizib Ghazali inilah yang masyhur di Indonesia. Ada yang menyebutnya dengan “Hizb Sirr Al-Mashun”, karena rahasia di balik keutamaan membacanya. Sedangkan para penganut tarekat Rifaiyah dan yang menganggap hizib ini berasal dari Syekh Abdul Qadir Al-Jilani menyebutnya dengan “Hizb Saif Al-Qathi”.
Hizib Ghazali berisikan kumpulan ayat Al-Qur’an, sehingga dalam membacanya pun dapat dianggap sebagai membaca bacaan yang mulia. Setiap kumpulan ayat dibatasi dengan kalimat;
أَعْدَاؤُنَا لَنْ يَصِلُوا إِلَيْنَا بِالنَّفْسِ وَلَا بِالوَاسِطَةِ لَا قُدْرَةَ لَهُمْ عَلَى إِيْصَالِ السُّوْءِ إِلَيْنَا بِحَالٍ مِنَ الأَحْوَالِ
A’da’una lan yashilu ilaina bin nafsi wala bil wasithoti la qudrota lahum ‘ala isholis su’i ilana bi halin minal ahwal.
“Musuh kita tak akan sampai dengan sendirinya dan tidak dengan perantara, tiada kuasa bagi mereka untuk menyampaikan keburukan dengan berbagai bentuk.”
Lafal tersebut dikutip sebanyak sepuluh kali dalam Hizib Ghozali.
Terdapat pertentangan ulama apakah kalimat tersebut benar berasal dari Imam Al-Ghozali atau tidak. Ulama yang menyebut bahwa lafal tersebut berasal dari Imam Al- Ghozali ialah seperti Syekh Muhammad bin Al-Husaini Az-Zabidi yang terkenal dengan julukan Al-Murtadha. Penulis kitab Ithaf Sadah Al-Muttaqin, syarah kitab Ihya’ Ulumiddin.
Akan tetapi penisbatan lafal tersebut kepada Abu Hamid Al-Ghozali dibantah dalam buku Jawab Masail Al-Arba’. Dengan alasan tidak adanya ulama yang menyebutkan secara jelas bahwa lafal tersebut berasal dari Imam Al-Ghozali, selain penulis kitab Ithaf.
Hizib yang konon pernah digunakan sebagai wadzifah Gus Dur ketika menimba ilmu kepada pesantren K.H. Chudlori Tegalrejo ini sekarang lumayan sulit dijumpai mu’jiznya. Ada tirakat khusus ketika seorang santri menerima ijazah Hizib Ghozali dari seorang guru. Bahkan dalam mengamalkannya pun disyaratkan dalam keadaan suci atau berwudhu. Kalau sekadar membaca biasa tanpa guru, tentunya semua orang mampu membacanya.
Mengutip cerita yang tertulis dalam buku saku Hizib Ghozali cetakan Tegalrejo, Magelang, bahwa ayat-ayat Al-Qur’an yang dihimpun adalah ayat-ayat yang biasa digunakan wirid oleh Imam Al-Ghozali. Terkhusus kala beliau menghadapi kesulitan dan kesusahan pada masa pemerintahan Sultan Yusuf bin Tasyifin dan Ali bin Yusuf, pemimpin kerajaan Murabbithin di negara Maghribi.
Disebutkan oleh Doktor Muhammad Ali Al-Jawir dalam buku Juhud Ulama al-Salaf fi al-Radd ‘ala al-Shufiyyah, bahwa para fuqoha atau ahli zahir di negara Maghribi pada saat itu banyak yang ingkar dan hasud terhadap Imam Al-Ghozali.
Mereka mengusulkan kepada Sultan Yusuf supaya kitab Ihya Ulumiddin karya Imam Al-Ghozali dibakar dan dilarang untuk diedarkan di negara Maghribi. Akan tetapi Sultan Yusuf tidak terpengaruh dan tak mengindahkan permintaan tersebut, lantaran ia sudah mengenal sosok Imam Al-Ghozali.
Ketika kekuasaan kerajaan Murabbithin jatuh ke tangan putra Sultan Yusuf, yakni Ali bin Yusuf, permintaan untuk membakar kitab Ihya Ulumiddin pun tersebut terus berjalan. Sehingga membuat Ali bin Yusuf memerintahkan masyarakat mengumpulkan kitab Ihya Ulumuddin untuk dibakar secara masal.
Imam Ghozali yang mendapat kabar tersebut dari salah seorang muridnya, lantas beliau berkata, “asallahu an yuhlikahum idza mazzaqu kitabi” (semoga Allah membinasakan mereka apabila mereka merusak kitabku).
Murid Imam Ghozali pun berkata, “wahai guruku, berdoalah kepada Allah untukku, supaya memberikan kewenangan dan menyerahkan urusan mereka kepadaku.”
Atas izin Allah, kerajaan Murabbithin pun runtuh. Kuasa kerajaan akhirnya jatuh ke tangan Imam Al-Mahdi Muhammad bin Tumart, pemimpin kerajaan Muwahhidin yang telah berkali-kali melancarkan agresi militer ke kerajaan Murabbithin.
Dalam redaksi lain disebutkan bahwa Imam Ghozali menjawab permintaan Al-Mahdi, dan berkata; “ukhruj ya syaithon, sayaj’alullahu dzalika ‘ala yadika” (keluarlah kamu setan, Allah akan menjadikan kekuasaan itu pada genggamanmu). Allah pun mengabulkan doa Imam Ghozali.
Terdapat beberapa praduga terkait khasiat dibalik keutamaan membaca Hizib Ghazali ini. Tentunya dengan izin Allah Swt. Di antaranya ialah dihindarkan dari mara bahaya, dimudahkan atas perkara yang sulit, dilancarkan hajatnya dan lain sebagainya.