Harakah.id – Wadah yang dipakai non-muslim, sementara ini, banyak ditengarai sebagai sesuatu yang tidak boleh dipakai oleh mereka yang muslim. Benarkah demikian?
Tempat makan atau wadah yang dipakai non-muslim adalah salah satu hal yang masih dirisaukan saat ini. Utamanya mengenai hukum kebolehan memakainya. Banyak yang beranggapan bahwa tempat makan atau wadah yang dipakai non-muslim tidak boleh dipakai atau digunakan oleh muslim. Benarkah demikian?
Dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia, perbedaan agama tidak dapat terelakan. Pergaulan antara satu komunitas agama dengan yang lainnya adalah sebuah keniscayaan. Pergaulan ini tentu harus selalu dijaga dan dipertahankan agar tidak terjerumus pada konflik.

Bagi masyarakat muslim yang hidup berdampingan dengan non muslim pasti akan banyak persoalan yang dihadapi, terutama berkaitan dengan fikih. Misalnya, bagaimana hukum menggunakan piring, gelas, atau peralatan dapur non-muslim. Kalau ada tetangga non muslim mengajak makan malam di rumahnya, bolehkah kita makan dengan menggunakan tempat makanan mereka, meskipun yang dimakan makanan halal?
Pertanyaan seperti ini pasti muncul dalam konteks masyarakat multikultural. Dalam Fiqhul Manhaji yang disusun oleh Musthafa Bugha dan Musthafa Khin dijelaskan bahwa boleh menggunakan tempat makan milik non-muslim asalkan dibasuh terlebih dahulu, karena dikhawatirkan piring atau tempat makan yang digunakan pernah digunakan untuk bekas khamar, babi, atau makanan yang diharamkan dalam Islam. Kalau piring atau gelas sudah bersih dibolehkan menggunakannya.
Pendapat ini merujuk pada hadis yang diriwayatkan Abu Tsa’labah bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Cucilah tempat makannya dan gunakanlah untuk makan” (HR: Bukhari). Hadis ini menunjukan kebolehan makan dengan menggunakan tempat makan non-muslim. Kebolehan ini juga berlaku dalam hal meminjam pakaian non-muslim, sepatu, dan lain-lain.
Jadi itulah penjelasan mengenai hukum menggunakan tempat makan yang digunakan non-muslim. Tidak ada dalil yang mengharamkannya. Wadah yang dipakai non-muslim hukumnya sama dengan wadah pada umumnya. Jadi tidak ada alasan bagi kita untuk bertikai atas nama perbedaan kepercayaan, lebih-lebih karena sebuah benda bernama piring atau mangkok. Karena yakinilah, kerukunan dan toleransi antar umat beragama sangatlah mahal nilainya dan leluhur kita sudah menjaganya sejak dulu.