Harakah.id – Di dalam beberapa keterangan ternyata ditunjukkan bahwa ‘Pendosa yang masih memiliki harapan pada Sang Pencipta lebih dicintai daripada Pengibadah yang mudah berputus asa’.
Pemilik semesta telah menjadikan berbagai ciptaan dengan keunikannya masing-masing. Di antara ciptaannya, terdapat kelompok manusia pendosa dan kelompok manusia ahli ibadah.
Secara umum kelompok manusia pendosa dipandang sebagai kelompok manusia yang celaka, sedangkan kelompok manusia ahli ibadah dipandang sebagai kelompok manusia yang bahagia. Padahal, tidak selalu seperti itu.
Di dalam beberapa keterangan ternyata ditunjukkan bahwa ‘Pendosa yang masih memiliki harapan pada Sang Pencipta lebih dicintai daripada Pengibadah yang mudah berputus asa’.
Alasan pertama atas pernyataan di atas adalah firman Allah di dalam surat Yusuf ayat 87: Janganlah berputus asa dari kasih sayang Allah, karena sesungguhnya hanya kaum kafir yang (mudah) berputus asa dari kasih sayang Allah.
Ayat ini dengan ‘sangat tegas’ menyatakan bahwa berputus asa dari rahmat Allah merupakan sikap dari orang-orang kafir. Hal ini disebabkan oleh sikap putus asa menunjukkan keragu-raguan di dalam hati tentang segala kebaikan Allah dan satu di antara ciri orang kafir adalah meragukan segala yang difirmankan atau dijanjikan oleh Allah.
Hal inilah yang membuat Imam al-Ghazali at-Thusy di dalam Minhaj al-Abidin mengatakan bahwa manusia harus menjaga dua hal di dalam hatinya, yakni raja’ (harapan) dan khauf (rasa takut).
Raja’ digunakan untuk menjaga rasa yakin seorang hamba ketika tergelincir dalam dosa bahwa ampunan Allah sungguh lebih luas dari luasnya lautan dan khauf digunakan untuk menahan rasa ‘gaya’, pamer, dan sombong seorang hamba ketika melakukan ibadah; sebab semua ibadah yang dilakukan belum tentu diterima oleh Allah.
Alasan kedua atas pernyataan di atas adalah sebuah riwayat (diceritakan oleh Syaikh Muhammad bin Abu Bakar al-Ushfury di dalam al-Mawaidz al-Ushfuriyyah) dari Zaid bin Aslam, dari Umar, bahwa Abdullah bin Mas’ud bercerita tentang seorang laki-laki yang sangat bersungguh-sungguh dalam ibadahnya.
Di sisi lain, selama hidupnya lelaki tersebut sering membuat orang lain mudah berputus asa dengan rahmat Allah. Ketika lelaki tersebut wafat, di akhirat lelaki tersebut bertanya kepada Allah ihwal apa yang diberikan Allah kepadanya atas ibadahnya selama ini.
Allah menjawab, “Neraka!”.
Lelaki tersebut kaget dan bertanya, “Wahai Tuhan-ku, lalu bagaimana dengan ibadahku yang kulakukan selama di dunia?”.
Allah menjelaskannya dengan kalimat, “Kau telah membuat orang-orang di sekitarmu berputus asa terhadap rahmat dari-Ku. Oleh sebab itu, Aku menghapus rahmat-Ku darimu hari ini”.
Alasan ketiga sekaligus yang terakhir adalah firman Allah dalam surat az-Zumar ayat 53: Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang telah melampaui batas atas diri mereka sendiri, janganlah kalian mudah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengampuni seluruh dosa”.
Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an al-Adzim menyampaikan bahwa ayat ini adalah ajakan kepada siapapun yang ahli bermaksiat untuk tidak mudah berputus asa dari rahmat (ampunan) Allah, sebab tidak sulit bagi Allah untuk mengampuni seluruh dosa lewat pertaubatan seorang hamba kepada Pencipta-nya.