Harakah.id – Ishaq bin Rahawayh adalah seorang ahli hadis sekaligus ahli fikih. Kualitasnya sempat diragukan para kritikus hanya karena ia sempat trauma melihat seluruh catatan hadisnya hangus ketika rumahnya terbakar.
Selama ini ada polemik yang hangat seputar dikotomi hadis dan fikih, atau ahli hadis dan ahli fikih. Seolah-olah keduanya adalah dua ilmu yang benar-benar berbeda, dan tak saling berkaitan. Bahkan, keduanya tak jarang diposisikan sebagai berhadap-hadapan, oposisi biner. Tak jarang di beberapa diskusi yang ilmiah sekalipun, kelompok yang merasa ahli hadis menghujat kelompok yang disebut ahli fikih, begitupun sebaliknya.
Jika kita tengok sejarah masa lalu, justru polemik tersebut menjadi tampak tak elok untuk diteruskan. Pasalnya, para ulama dulu tidak mendikotomi ilmu-ilmu tersebut. Keahlian mereka dalam bidang agama adalah keahlian yang universal, holistik, ensiklopedik. Seseorang yang menjadi ahli hadis, harus menjadi ahli fikih, akidah, akhlak, tasawuf, dan sebagainya. Sedangkan keahlian orang sekarang cenderung fakultatif dan bahkan cenderung kepada keahlian profesi, vokasional.
Adalah Imam Ishaq bin Rahawayh namanya, seorang ulama hadis yang namanya tersebar di berbagai kitab hadis. Setiap kali membaca kitab hadis apapun, nyaris nama beliau tak terlewatkan. Ini menunjukkan bahwa beliau adalah guru besar periwayatan hadis.
Baca Juga: Buta Karena Terlalu Banyak Menangis, Imam al-Tirmidzi Adalah Perpaduan Muhaddis-Fakih yang Paripurna
Tidak hanya itu, beliau juga dikenal sebagai ahli fikih. Pendapatnya sangat berpengaruh dan meramaikan khazanah fikih klasik. Imam Tirmidzi (w. 279 H) seirngkali mengutip pendapat-pendapat fikihnya saat menjelaskan kata-kata sulit (gharib, musykil) dalam hadis.
Ishaq bin Rahawayh, dari namanya beliau tampak dari wilayah Persia, tepatnya di daerah Marwa. Rahawayh sebenarnya bukan nama asli ayahnya. Nama ayahnya adalah Ibrabim bin Makhlad. Dengan demikian, nama lengkap Ishaq aslinya adalah Ishaq bin Ibrahim bin Makhlad al-Hanzhali al-Tamimi al-Marwazi. Ayahnya disebut Rahawayh karena lahir di perjalanan menuju ke Makkah. Dalam Bahasa penduduk Marwa, Rahawyh berarti terlahir di jalan.
Meski demikian, ada juga yang membaca namanya dengan Rahuyah. Secara tulisan, memang sama, homograf, namun pelafalannya dapat berbeda. Alasan dibaca Rahuyah adalah karena kata “wayh” cenderung bermakna negatif.
Menurut pengakuan Ishaq, sebenarnya secara pribadi ia tidak masalah dipanggih Ibnu Rahawayh, hanya saja yang paling tidak suka panggilan tersebut adalah ayahnya. Karena panggilan tersebut bagi ayahnya, terasa peyoratif. Baik, Rahuyah maupun Rahawayh, keduanya adalah benar dan menunjuk orang yang sama.
Ishaq tumbuh sebagai seorang ulama ternama di Khurasan dan sangat berpengaruh di jagat Timur dan Barat. Masa hidupnya berkisar dari tahun 161 H hingga 238 H. Artinya, beliau lahir pada 778 M dan meninggal pada 853 M. Dengan demikian, usia beliau mencapai sekitar 77 tahun. Di akhir-akhir usianya, ia mengalami musibah kebakaran rumah sehingga catatan-catatan hadisnya yang telah ia kumpulkan dengan susah payah sirna. Akibat shock karena musibat itu, banyak yang mempermasalahkan kualitas hafalannya.
Baca Juga: Imam Malik, Muhaddis dan Fakih Senior yang Melahirkan Banyak Imam Mazhab
Ulama yang juga dikenal dengan nama Abu Ya’qub bin Rahawayh ini menghabiskan masa mudanya untuk mengembara, keliling dunia. Tujuannya hanya satu yaitu mengumpulkan hadis. Murid-muridnya berhasil menjadi ulama besar dalam bidang hadis dan fikih, di antaranya adalah Ahmad bin Hanbal (164-241 H), al-Bukhari (194-256 H), Muslim (204-261 H), al-Tirmidzi (209-279 H), dan al-Nasa’i (215-303 H).
Melihat tahun-tahun kelahiran para murid Ishaq yang menjadi ulama besar tersebut, dapat dipastikan bahwa Imam Muslim, al-Tirmidzi, dan al-Nasai adalah orang-orang yang belajar darinya pada saat ia telah berusia lanjut. Dari sini pula, dapat dipahami bahwa berkurangnya kualitas intelektual seorang ahli dan guru besar seperti Ishaq (tsiqah) tidak mengurangi minat orang-orang untuk belajar darinya.