Harakah.id – Isu dan gosip selebritas menjadi salah satu konten dan berita yang selalu mendulang perhatian penonton dan pembaca. Tak jarang berupa aib dan masalah privasi keluarga.
Berbagai sensasi, prahara rumah tangga, konflik sesama artis dan lainnya membuat publik penasaran untuk menanti kelanjutan ceritanya.
Misalnya saja, kasus yang sempat menerpa rumah tangga Lesti Kejora dan Rizky Billar. Selama berminggu-minggu lamanya, mata masyarakat Indonesia seakan tak lepas berbagai hal tentang mereka.
Dapat dipastikan bahwa sebenarnya hampir semua dari kita sepakat bahwa membicarakan urusan rumah tangga orang lain bukan sesuatu yang baik. Apalagi hal itu termasuk dalam ranah privasi. Mengumbarnya bisa dikatakan sama halnya mengumbar rahasia, apalagi jika itu menyangut aib orang lain.
Baca Juga: Panduan Menyikapi Berita Perselingkuhan Selebritis, Biar Gak Asal Ikut-Ikutan
Namun sebagian orang menganggap wajar, mengingat para artis dan selebritas adalah publik figur. Segala gerak-geriknya transparan terpantau masyarakat.
Hal itu diperbesar dengan tak terbatasnya kanal media digital yang tersedia. Ini tak hanya berlaku pada kasus Lesti Billar. Ketika isu-isu tertentu lain sedang hangat juga demikian.
Sering kita mendengar orang mengeluh, “buka tivi, buka facebook lihat dia, buka youtube, Instagram lihat dia, ke twitter lihat dia, balik ke WhatsApss ada dia lagi. Bahkan sampai ke tongkrongan atau ruang keluarga masih membincang mereka.”
Baca Juga: Ternyata Mayoritas Nabi dalam Islam Beretnis Non-Arab, Mengapa Demikian?
Oleh karena itu, sangat kecil kemungkinan mata kita tidak terpapar konten barupa video, meme atau berita yang membahas isu dan peristiwa yang sedang viral. Terlebih, gawai atau ponsel telah melekat di kehidupan sehari-hari saat ini.
Meski demikian, seorang Muslim semestinya mampu mengendalikan diri, memilah, dan tidak menyebarkan berita yang tidak semestinya dibagikan.
Jargon stop di kamu penting diterapkan pada jenis konten yang menurut kita memang tidak layak untuk dibagikan.
Tentu saja cara ini akan maksimal jika sebagian besar orang melakuan hal yang sama. Tapi untuk awal, mulai dari sendiri adalah langkah yang terbaik.
Kita mesti memahami karakteristik binsis sebagian besar media informasi. Mereka akan semakin banyak dan sering memproduksi informasi yang banyak dibaca, ditonton dan disebarkan audiens.
Baca Juga: Sebenarnya Bencana Itu Ujian Atau Azab, Ini Kata Al-Quran dan Hadis
Semakin besar konten mereka tersebar, semakin banyak iklan yang masuk, dan semakin besar pendapatan. Tak peduli konten dan informasi yang mereka terbitkan itu memiliki maslahat bagi umat atau pun tidak. Hal itu sesuai hukum pasar.
Jadi, sebenarnya masyarakat selaku konsumen tak bisa sepenuhnya menyalahkan media yang habis-habisan menggempur warga dengan informasi atau isu tertentu. Karena pembaca atau masyarakat menginginkannya.
Maka selanjutnya, keadulatan ada di tangan pembaca. Apakah kita akan skip atau terus membaca, membagikan atau stop di kita ketika misalnya mendapati berita dan informasi tentang aib orang lain, baik keluarga atau personal artis selebritas dan publik figur.
Setiap Muslim tentu paham bahwa mengumbar aib orang lain merupakan larangan agama dalam Islam.
Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «لَا يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْدًا فِي الدُّنْيَا، إِلَّا سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ«
“Diriwayatkan dari Abi Hurairah, dari Nabi Muhammad saw, beliau bersabda, tidaklah seorang hamba menutup (aib) hamba yang lain di dunia, kecuali Allah akan menutupi (aib) nya di dunia dan akhirat.” [Shahih Muslim, J. 4. Hal. 2002].
Ala Kulli Hal, ketika kita tidak mengetahui pasti sebuah kebenaran dari merebaknya isu, hendaknya kita mengambil sikap diam, dan lebih baik berdoa agar seseorang yang ditimpa musibah mendapatkan solusi dan jalan keluar dari masalah tersebut, dari pada menyebarkan keburukan orang lain yang berpotensi akan menyakiti perasaannya.
Kalau memang yang bersangkutan melalukan kesalahan, cara yang paling bijak ialah melaporkan hal tersebut kepada pihak yang berwajib, yang memiliki otoritas tinggi, bukan malah main hakim sendiri.