Harakah.id – Ada sahabat nabi yang selalu berterima kasih kepada seorang kafir yang terus-menerus menzaliminya. Kisah ini adalah pelajaran tentang kesabaran dan ketabahan, dan sebuah upaya untuk terus berbuat baik kepada orang lain.
Seringkali sebuah hidayah (petunjuk) didapatkan bukan karena keinginan, tetapi karena perbuatan baik orang lain. Hal inilah yang membuat seorang muslim tetap perlu menjaga hubungan baik dengan non-muslim sekalipun, sebab hubungan baik tersebut bisa saja menjadi hidayah (petunjuk) bagi orang non-muslim tersebut. Hal ini dibuktikan dengan kisah sahabat Nabi yang sangat baik terhadap orang kafir (tetangganya), sehingga membuat tetangga kafir tersebut memutuskan memeluk agama Islam. Kisah ini diceritakan oleh Jalaluddin Rumi di dalam Fihi Ma Fihi. Berikut kisah lengkapnya.
Diceritakan terdapat seorang kafir Yahudi yang bertetangga dengan seorang sahabat Nabi yang baik hati. Kehidupan dua tetangga tersebut bagaikan langit dengan bumi. Orang kafir tersebut bertempat tinggal di bagian atas, sedangkan sahabat Nabi tinggal di bagian bawah. Posisi tersebut membuat segala kotoran, najis, dan air seni keluarga orang kafir tersebut mengalir ke tempat tinggal sahabat Nabi tersebut.
Meskipun mendapatkan ‘hal yang tidak mengenakkan’, sahabat Nabi tersebut tetap menyuruh keluarganya untuk selalu berterima kasih kepada keluarga kafir Yahudi tersebut, karena berkenan menjadi tetangga yang baik meskipun berbeda keyakinan. Sahabat Nabi menganggapnya sebagai tetangga yang baik karena sebenarnya orang kafir Yahudi tersebut belum menyadari tentang ‘hal yang tidak mengenakkan’ tersebut dan sahabat Nabi tidak ingin memprotes ‘hal yang tidak mengenakkan’ tersebut.
Selang delapan tahun berlalu, sahabat Nabi tersebut meninggal dunia. Orang kafir Yahudi menyampaikan duka cita kepada keluarga sahabat Nabi tersebut. Saat menyampaikan duka cita itulah, orang kafir tersebut menyadari bahwa selama delapan tahun telah melakukan kezaliman kepada keluarga muslim tersebut. Orang kafir tersebut sangat menyesalinya, hingga ia bertanya kepada keluarga muslim: “Mengapa kalian tidak pernah menyampaikan masalah ‘hal yang tidak mengenakkan’ ini padaku? Mengapa justru kalian selalu mengucapkan terima kasih kepadaku?”.
Keluarga muslim menjawab, “Karena ia (sahabat Nabi yang telah meninggal) selalu memerintahkan kami untuk berterima kasih kepadamu dan selalu melarang kami untuk meninggalkan mengucap syukur kepada Dzat yang menguasai alam semesta”. Gegara rasa syukur dan kebaikan hati keluarga muslim ini, orang kafir Yahudi dan seluruh keluarganya memutuskan untuk memeluk agama Islam.
Jalaluddin Rumi mendeskripsikan kisah sahabat Nabi ini dengan sebuah syair: Menyebut-nyebut orang yang utama (manusia dengan hati yang mulia) bisa merangsang keutamaan.