Harakah.id – Seorang pemuda datang kepada Nabi SAW minta agar diizinkan ikut berjihad. Semangatnya membara. Tetapi Nabi SAW malah menyuruhnya pulang untuk melayani kedua orang tuanya. Ada apa? Inilah kisahnya.
Suatu hari, saat Nabi Muhammad SAW sedang santai, tiba-tiba datang seorang lelaki penuh semangat menghampiri Nabi SAW menyampaikan isi hatinya ingin berjihad terjun ke medan perang, kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, saya sekarang telah memeluk agama Islam, dan saya telah berba’iat kepada tuan untuk berhijrah dan berjihad, semata-mata untuk mengharapkan pahala dari Allah SWT!”
Ketika itu, Nabi SAW tidak langsung menjawabnya. Diketahui, Nabi SAW dikenal mempunyai pandangan, pemikiran yang berbeda tidak dimiliki orang lain, yaitu: pandangan tembus yang tidak terhalang hijab. Hal ini tidak mudah, hanya orang terpilih yang bisa memilikinya, tentu saja kesemuanya itu berkat pemberitahuan dan bimbingan wahyu yang disampaikan oleh Jibril AS. Mendengar pertanyaan dari pemuda yang belum dikenalnya tersebut. Nabi Muhammad SAW gembira menyambutnya dan menjawab pertanyaannya seraya tersenyum. Nabi SAW tersenyum gembira, karena melihat semangat lelaki yang masih muda itu mau belajar ilmu pengetahuan agama Islam, kemudian Nabi bertanya, “Apakah masih ada salah satu dari kedua orang tuamu yang masih hidup?”
Mendengar pertanyaan dari Nabi Muhammad SAW, selanjutnya pemuda itu menjawab,”Masih, ya Rasullah, bahkan kedua orang tua masih sehat!!” Jawaban lelaki tersebut membuat Nabi SAW berfikir sejenak, kemudian Nabi bertanya lagi, “Kamu ingin memperoleh pahala yang besar dari Allah?”. Kata Nabi SAW tanpa bermaksud mematahkan semangatnya yang terlihat begitu besar belajar agama Islam. Lelaki itu menjawab, “Benar, ya Rasulullah!!”
Jawaban pemuda tersebut membuat Nabi berfikir sejenak. Tidak lama kemudian Nabi berkata sembari memberi nasehat, “Kembalilah kamu kepada kedua orang tuamu.Layanilah mereka sebaik-baiknya, pada mereka sajalah kamu berjihad!!” Nabi bersikap bijak melihat perilaku, sikap lelaki itu, Nabi mengatakan lebih baik lelaki itu tetap menjaga dan merawat kedua orang tuanya, daripada ikut terjun ke medan pertempuran. Alasannya kedua orang tuanya agar sehat tidak sakit-sakitan, dan khawatir tidak diizinkan oleh kedua orang tuanya ikut jihad. Namun, pada umumnya Nabi menerima setiap orang yang ingin bergabung dalam pasukan, bahkan Nabi SAW mendoakan mereka dengan kebaikan.
Entahlah! apa yang membuat Nabi menolak lelaki bergabung dalam pasukannya terjun ke medan perang. Bisa jadi Nabi teringat peristiwa yang dialami oleh seorang Tabi’in bernama Uwais Al-Qarany yang hidup sezaman dengan Nabi SAW. Ketika itu. Uwais ingin sekali berhijrah dan bertemu dengan Nabi Muhammad SAW. Sebenarnya Ia sudah meminta izin pada Ibunya berba’iat kepada Nabi SAW di Mekah, tetapi Ibunya mencegah kepergiannya, tidak mengizinkan pergi dan Ia patuh.
Diketahui, Ibunya sudah sering mengalami sakit-sakitan sehingga tidak bisa beraktivitas apapun, kecuali dengan bantuan Uwais. Ketika itu, tidak ada yang bisa membantu Ibunya kecuali anak satu-satunya tersebut. Keinginan bertemu langsung, dengan Nabi SAW harus ditahan sementara waktu, demi patuh kepada ibunya. Jarak Yaman menuju Madinah yang jauh bisa memakan waktu berhari-hari, atau bahkan berbilang bulan. Bagaimana keadaan ibunya kalau Uwais tetap nekad pergi Madinah bertemu Nabi SAW.
Ia merasa lebih baik merawat ibunya daripada pergi jauh dan Ia berfikir bisa bertemu Nabi SAW kapan saja. Uwais baru bisa ikut haji ke Mekah dan bertemu langsung dengan Rasullah setelah Ibunya wafat, tepatnya dimasa khalifah Umar bin Khattab. Sikap Uwais mendapat pujian dari Nabi SAW, dan di suatu riwayat Rasulullah mewasiatkan Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib menemui Uwais, meminta doa ampunan untuk mereka.