Harakah.id – Sayyid Quthb memaknai harta sebagai segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dalam rangka melaksanakan tugasanya sebagai makhluk hidup. Apakah hakikat kepemilikan dan harta? Inilah konsep kepemilikan dan harta dalam pemikiran Sayyid Quthb.
Tentang konsep kepemilikan dan harta. Sayyid Quthb Ibrahim Husain lahir di kampung Musyah kota Asyut, Mesir pada 09 Oktober 1906. Musyah merupakan suatu desa yang tradisi agamanya sangat kental. Ia berasal dari keluarga yang menitikberatkkan ajaran Islam dan sangat mencintai Al-Quran.
Saat usianya masih belia tepatnya sebelum umur 10 tahun beliau sudah mendapatkan gelar hafizh dan berhasil memperoleh gelar sarjana muda pendidikan pada tahun 1933 di Tajhiyah Darul Ulum (Universitas Kairo yang terkemuka dalam bidang pengkajian Ilmu Islam dan Bahasa Arab).
Sejak lulus kuliah pada tahun 1951, kehidupannya sangat biasa-biasa saja. Tetapi karya tulisnya mempunyai nilai sastra yang begitu tinggi dan bersih. Pembahasannya pun lebih condong kepada Islam. Pada tahun yang sama ia mendapat tugas belajar ke Amerika Serikat untuk memperdalam pengetahuannya di bidang pendidikan selama 2 tahun. Kemudian, ia bergabung ke dalam gerakan Ikhwanul Muslimin dan menjadi salah satu tokoh yang sangat berpengaruh.
Pada Mei 1955, Sayyid Quthb termasuk salah satu pemimpin yang ditahan dan ditetapkan hukuman 15 tahun kerja berat setelah organisasi itu dilarang oleh Presiden Nasser dengan tuduhan untuk menjatuhkan pemerintahan yang ada.
Semasa hidupnya Sayyid Quthb sudah menulis lebih dari dua puluh buku. Salah satu karya tulisnya, “Fi Zhilal al-Qur’an” menjadi sebuah karya yang berlandaskan kitab suci al-Qur’an yang diselesaikan di dalam penjara.
Kepemilikan dan Harta
Sayyid Quthb memaknai harta sebagai segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dalam rangka melaksanakan tugasanya sebagai makhluk hidup. Selain itu harta atau Al-mal merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi manusia, baik dalam bentuk materi maupun manfaat. Menurut ulama fiqh harta dibagi menjadi beberapa bagian. Salah satunya yaitu yang kita bahas dalam artikel ini, yaitu kepemilikan. Berdasarkan pemiliknya harta dibagi menjadi harta milik pribadi dan harta milik umum atau masyarakat.
Sayyid Quthb menafsirkan konsep harta dan kepemilikan dalam Al-Quran dengan mengutip ayat ayat lain atau hadist yang satu tema. Sayyid Quthb juga membahas ayat dari segi bahasa, menegaskan hal-hal penting yang berhubungan dengan perilaku manusia, meluruskan interpretasi salah yang berkembang di masyarakat, dan yang pasti memaparkan bentuk aplikasi ayat dalam kehidupan sosial masyarajkat.
Sayyid Quthb menggunakan model tafsir ini karena tidak bertentangan dengan apa yang telah ditetapkan Allah swt. dan ajaran Rasulullah saw sehingga tafsirnya tidak bertentangan dengan kaidah agama.
Menurutnya, pada dasarnya, orang-orang yang bertakwa membenarkan bahwa harta yang ada pada mereka adalah mutlak pemberian Allah swt. dan mereka tidak mempunyai hak dalam kepemilikan harta tersebut. Dengan adanya pengakuan atas nikmat tersebut dapat menumbuhkan ketaatan pada sang pemberi nikmat dan rasa kerukunan antar sesama makhluk yang sama-sama berhak mendapatkan kebaikan dari Allah swt.
Urusan peradilan dalam hal harta ini pun dihubungkan dengan takwa kepada Allah swt. sebagaimana dalam masalah qishash, wasiat, dan puasa. Semuanya merupakan segmen-segmen yang tersusun rapi yang saling melengkapi. Semuanya menjadi satu bagian yang sangat kuat, dan mengikat secara keseluruhan. Tetap meyakini bahwa harta dan semua yang ada sebenar-benarnya milik Allah swt. Manusia hanya mendapatkan amanah titipan harta untuk dijaga dan di manfaatkan dalam kehidupan yang akan mengantarkannya pada harir.
Berkaitan erat dengan harta adalah penguasaan, yang lebih condong kepada kepemilikan. Menurut pendapat Sayyid Quthb, tetap pemilik utama sekaligus mutlak segala sesuatu yang ada dalam kehidupan ini adalah Allah swt. Tidak ada satu makhluk pun di dunia ini yang berhak menguasai tanpa mengindahkan pemilik yang hakiki, yaitu Allah swt.
Artikel kiriman dari Ayang Nirmala Sari, Mahasiswi Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam, UIN Surabaya.