Harakah.id – Jabariyah adalah salah satu kelompok teologi atau sekte yang pernah muncul dalam sejarah Islam. Meskipun kini tampaknya sudah tidak ada, namun beberapa orang masih menganut keyakinan bahwa manusia sepenuhnya dikendalikan oleh takdir Tuhan.
Dalam sejarah umat Islam, dikenal golongan Jabariyah. Kelompok ini adalah kebalikan Qadariyah. Jika Qadariyah tidak percaya adanya takdir, maka mereka justru percaya pada takdir dan meyakini bahwa manusia dikendalikan Tuhan secara total.
Paham ini diperkenalkan pertama kali oleh Ja’d bin Dirham (w. 118 H.) dan disebarluaskan oleh Jahm bin Shafwan. Jahm bin Shafwan (w. 128 H.) adalah adalah aktivis aliran Murji’ah Shalihiyah. Jahm bin Shafwan ditangkap dan dieksekusi mati. Dia terlibat dalam pemberontakan yang dipimpin Syuraih bin Haris, melawan Dinasti Bani Umayyah.
Golongan teologi terpecah ke dalam tiga golongan; Jahmiyah, Najjariyah, dan Dhirariyah. Al-Syihrisytani membagi Jabariyah ke dalam dua golongan: Jabariyyah Khalishah (murni) dan Jabariyyah Mutawassithah (moderat). Jabariyah Khalishah semua perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan. Tidak ada peran manusia di dalamnya. Istilah “Perbuatan manusia” atau “Perbuatan seseorang” hanya bersifat majazi. Hakikatnya, manusia seperti wayang yang seluruh perbuatannya dikendalikan seorang dalang. Manusia tidak punya kehendak dan tidak punya kemampuan mewujudkan perbuatannya.

Jabariyah Mutawassithah (moderat) meyakini bahwa manusia punya kemampuan (kudrat) mewujudkan perbuatannya, sekalipun kemampuan itu tidak punya efek apapun dalam terciptanya perbuatan manusia.
Saat ini, pengikut sekte tersebut yang dikenal pada zaman klasik telah punah. Sebagian orang mengira bahwa keyakinan Jabariyah masih bertahan di kalangan umat Islam yang mayoritas menganut Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Asumsi ini dibantah Al-Syihristani yang mengatakan bahwa orang yang menetapkan kasb (potensi melakukan sesuatu) pada diri manusia sebagaimana Ahlus Sunnah Wal Jamaah, tidak dapat disebut Jabariyah.
Namun demikian, keyakinan bahwa manusia sepenuhnya dikendalikan oleh Tuhan melalui takdir, masih dianut oleh banyak orang. Mereka tidak percaya, bahwa manusia punya media ikhtiar dan kemampuan untuk mengubah nasibnya. Jadi, meskipun secara kelembagaan sudah punah, ajarannya masih ada penganutnya.