Harakah.id – Mbah Muqoyyim Buntet adalah salah satu ulama yang berjuang di wilayah Cirebon. Sezaman dengan Syeikh Abdul Muhyi Pamijahan, Mbah Kiai Muqoyyim adalah sosok mufti dan Kiai yang disegani masyarakat. Di masa penjajahan, pesantrennya di Buntet dianggap jadi ancaman.
Baca Juga: Syeikh Abdul Muhyi Pamijahan, Guru Tarekat Nusantara yang Mengalahkan Petapa Hitam di Gua Sapar
Dalam kondisi politik yang tidak stabil Cirebon, lahir sosok yang di kemudian hari mampu menorehkan sejarah yang hingga kini pengaruhnya masih bisa dirasakan. Hal itu bisa dilihat dari bukti dan warisan berupa pesantren yang didirikannya. Beliau lahir dari situasi kegentingan sejarah hingga keberagamaan Islam yang mulai luntur di wilayah Cirebon. Kelahiran Mbah Kiai Muqoyyim diperkirakan sekitar tahun 1698 M. Pada saat itu Kesultanan Cirebon sedang dirundung mendung kekalutan politik.
Mengenai keilmuan atau rihlah ilmiahnya, diyakini bahwa Mbah Kiai Muqoyyim tidak mempunyai guru secara formal. Dalam artian beliau tidak pernah mengenyam pendidikan pesantren atau datang langsung ke tempat Kiai. Mbah Kiai Muqoyyim mendapatkan ilmu secara ladunni (ilmu yang didapat tanpa melalui proses belajar). Dilihat dari masa kehidupannya, beliau diperkirakan sezaman dengan Syeikh Abdul Muhyi Pamijahan yang merupakan tokoh sufi dari Jawa Barat. Syeikh Abdul Muhyi merupakan salah satu titik jaringan ulama pada abad ke-18 awal. Diasumsikan bahwa Mbah Muqoyyim Buntet juga sering melakukan perjalanan ke berbagai tempat yang juga pernah disinggahi tokoh sufi besar Syekh Yusuf al-Makassari.
Baca Juga: Kiai Saifuddin Amsir, Kiai Lokal Pengayom Betawi yang Karyanya Dibaca Dunia
Daerah pilihan Mbah Kiai Muqoyyim menyebarkan agama adalah Buntet. Sebuah daerah yang cukup jauh dari pusat keraton saat itu. Ia terletak sekitar 12 km dari pusat kekeratonan. Alasan kenapa beliau memilih tempat ini adalah karena pernah digunakan oleh Mbah Kuwu Cirebon membuka padepokan. Berkat kesohorannya yang ditunjukkan dengan memenangkan sayembara di daerah Setu dan sebagai mufti Keraton Kanoman, dengan cepat pesantrennya berkembang secara otomatis. Makin hari makin banyak santri yang menimba ilmu di sana. Dalam beberapa waktu saja, Belanda telah mencium kegiatan yang dilakukan oleh Mbah Kiai Muqoyyim yang dipandang sebagai ancaman.
Peran penting Pesantren Buntet terus menampakkan bukti nyata. Hal itu terbukti dari banyak tokoh-tokohnya yang terlibat dalam berbagai peristiwa penting di Indonesia, baik sebelum maupun sesudahnya. KH. Abbas Buntet misalnya, berperan penting dalam pembentukan Nahdlatul Ulama di Jawa Timur bersama KH. Hasyim Asy’ari. Kiai Abbas juga menjadi tokoh kunci ketika pecah perang arek-arek Surabaya pada tanggal 10 November.
Baca Juga: Kiai Ridwan Menggambar Lambang NU, Muncul dalam Mimpi dan Disetujui Kiai Hasyim
Selain Kiai Abbas dan peranannya dalam gelanggang dakwah nasional, Buntet hingga ini menjadi salah satu pesantren berpengaruh di Cirebon. Berkat keikhlasan dan karomah Mbah Muqoyyim Buntet, Pesantren Buntet terus eksis membina umat dan menjaga trah keberislaman yang sejak di Nusantara.
Mbah Muqoyyim Buntet juga dikenal sebagai kiai yang keramat. Konon beliau melakukan tirakat dengan berpuasa selama 12 tahun. Tiga tahun tirakat sebanyak empat kali itu beliau lakukan, masing-masing untuk dirinya sendiri, keturunannya, para santri dan umat serta untuk pesantren dan Nusantara.