Harakah.id – Dalam kehidupan nyata sehari-hari tidak sedikit orang menjadi stres, depresi dan frustasi, karena keimanan dalam dada tidak kokoh, mental sangat rapuh dan lingkungan jauh dari Allah.
Setiap orang ingin menikmati ketenangan dan kebahagiaan dalam hidup. Namun tidak semua orang mampu mencapai keinginan tersebut karena adanya rintangan yang membuat seseorang mengalami kendala. Misalnya, kegelisahan, kecemasan, dan ketidakpuasan.
Sesungguhnya ketenangan hidup, ketentraman jiwa atau kebahagiaan batin itu, tidak sepenuhnya bergantung pada faktor-faktor luar seperti keadaan sosial, ekonomi, politik, adat kebiasaan dan sebagainya. Tetapi lebih bergantung pada cara dan sikap menghadapi faktor-faktor tersebut.
Jadi yang menentukan ketenangan dan kebahagiaan hidup adalah kesehatan mental. Kesehatan mental itulah yang menentukan tanggapan seseorang terhadap suatu persoalan dan kemampuannya untuk menyesuaikan diri serta kesehatan mental pulalah yang menentukan apakah orang mempunyai kegairahan untuk hidup, atau tidak memilikinya sama sekali.
Berdasarkan hasil survei Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), sebanyak satu dari tiga remaja berusia lebih dari 15 tahun di Indonesia memiliki masalah kesehatan mental dalam 12 bulan terakhir. Jumlah itu setara dengan 15,5 juta remaja di dalam negeri. Baik berupa gangguan kecemasan, depresi, gangguan perilaku dan lain sebagainya.
Kesehatan mental atau dikenal dengan mental health harus dijaga baik lahir maupun batin, saat ini yang menjadi perhatian lebih, baik yang masyarakat dewasa bahkan remaja termasuk golongan yang mudah mengalami gangungan mental atau depresi cukup tinggi.
Banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan mental seperti faktor genetik, perubahan hormon, hingga pengalaman traumatis, percintaan, pertemanan, keluarga maupun tekanan hidup.
Ketenangan jiwa merupakan suasana batin manusia yang terdiri dari perasaan, jika perasaan manusia tersebut gelisah maka pada hakikatnya manusia harus mengetahui Allah.
Jika seseorang sudah mengetahui Allah maka seseorang tersebut akan tahu dimana tempat kembalinya. Karena dalam kehidupan nyata sehari-hari tidak sedikit orang menjadi stres, depresi dan frustasi, karena keimanan dalam dada tidak kokoh, mental sangat rapuh dan lingkungan jauh dari Allah, dan dari bimbingan orang-orang shalih. Oleh karena itu maka ketenangan tersebut bisa diraih dan juga bisa dirasakan oleh manusia.
Dzikir adalah kehidupan batin yang sebenarnya, dimana dia merupakan pokok bagi hati dan ruh. Jika jiwa seseorang kehilangan dzikir di dalam hatinya, maka ia seperti setumpuk mayat yang jiwanya kehilangan makanan pokoknya. Maka tidak ada kehidupan yang sesungguhnya bagi hati melainkan dengan dzikrullah (mengingat Allah).
Dzikir yang dilakukan akan membuat hati dan jiwa menjadi damai dan tenang. Rasulullah mengajari para sahabat untuk senantiasa berdzikir dan berdoa untuk mempererat hubungannya dengan Allah, dan mendekatkan diri kepada-Nya setiap saat.
Abu Musa Al-Asy’ari meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Persamaan seseorang yang mengingat Tuhannya dan seseorang yang tidak mengingat Tuhannya adalah seperti orang yang hidup dan mati. (H.R. Al-Bukhari).
Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Ar-Ra’ad ayat 28: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa Orang yang kembali menerima tuntunan Allah, yang telah mendapat hidayah dari-Nya dan setelah sebelumnya hati mereka ragu dan bimbang. Ketenangan itu yang bersemi didada meraka dikarenakan dzikrullah, yakni mengingat Allah, atau karena ayat-ayat Allah, yaitu Al-Qur’an.
Kata zikir yang awal mula memiliki arti mengucap dengan lidah kemudian makna ini berkembang menjadi “mengingat” . Dengan demikian menyebut dengan lidah dapat mengantarkan hati untuk mengingat lebih banyak lagi apa yang di sebut-sebut itu yaitu Allah. Dengan mengingat Allah maka kita bisa mengingat keagungan Allah. (M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, 2009)
Hamka menjelaskan bahwa iman adalah yang menyebabkan senantiasa ingat kepada Tuhan, atau dzikir. Iman menyebabkan hati kita mempunyai pusat ingatan atau tujuan ingatan.
Dan ingatan kepada Tuhan itu menimbulkan tentram, dan dengan sendirinya hilanglah segala macam kegelisahan, fikiran kusut, putus asa, ketakutan, kecemasan, keragu-raguan dan dukacita. Ketentraman hati adalah pokok kesehatan mental rohani dan jasmani. Ragu dan gelisah adalah pangkal segala penyakit.
Orang lain kurang sekali dapat menolong orang yang meracun hatinya sendiri dengan kegelisahan. Kalau hati telah ditumbuhi penyakit, dan tidk segera diobat dengan iman, yaitu iman yang menimbulkan zikir dan zikir yang menimbulkan Thuma’ninah, maka celakalah yuang akan menimpa. Hati yang telah saklit akan bertambah sakit. Dan puncak segala penyakit hati ialah kufur akan nikmat. (Hamka, Tafsir Al-Azhar, 2007)
Demikian ulasan singkat tentang zikir sebagai terapi kesehatan mental. Semoga kita sebagai generasi muda Indonesia selalu mendapatkan cara terbaik dalam menghadapi persoalan kesehatan mental.
Artikel kiriman dari Khairun Nisak, Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir IAIN Langsa, Aceh.