Harakah.id – Spiritualitas tauhid dianut oleh beberapa orang di kalangan bangsa Arab; pada zaman sebelum Nabi Muhammad diangkat menjadi nabi.
Mekah merupakan salah satu kota yang berada di kawasan barat Jazirah Arab. Ia menjadi pusat spiritualitas bangsa Arab sejak masa yang cukup kuno. Ada banyak spiritualitas di sana. Salah satunya adalah spiritualitas tauhid. Selain spiritualitas paganistik.
Spiritualitas tauhid dianut oleh beberapa orang di kalangan bangsa Arab; pada zaman sebelum Nabi Muhammad diangkat menjadi nabi. Mereka adalah Qass bin Sa’idah Al-Iyadi, Zaid bin Amr bin Nufail Al-Qurasyi, Umayyah bin Abi Al-Shalti Al-Tsaqafi, Arbab bin Ri’ab, Suwaid bin ‘Amir Al-Musthaqili, As’ad Abu Karb Al-Himyari, Waki’ bin Zuhair Al-Iyadi, Umar bin Jundub Al-Juhani, Adi bin Zaid Al-Ubadi, Abu Qais Sharmah, Said bin Dzi Yazin Al-Himyari, Waraqah bin Naufal Al-Qurasyi, ‘Amir bin Al-Zharb Al-‘Udwani, Abd Al-Thabikah bin Tsa’lab bin Wabrah bin Qudha’ah, ‘Alaf bin Syihab Al-Tamimi, Al-Mutalammis bin Umayyah Al-Kinani, Zuhair bin Abi Salma, Khalid bin Sinan Al-Abasi, Abdullah Al-Qudha’i, Ubadilllah bin Al-Abras Al-Asadi, dan Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib (Imad Al-Shabbagh, 1998).
Sebagian di antara mereka memiliki bait-bait puisi yang dikenang dan memuat nilai-nilai tauhid. Di antaranya adalah Zaid bin Amr bin Nufail. Ia pernah menggubah puisi tauhid seperti berikut:
عذت بما عاذ به إبراهيم
مستقبل الكعبة وهو قائم
يقول آنفي لك عان راغم
مهما تجشمني فإني جاشم
Aku berlindung kepada Tuhan yang Ibrahim berlindung kepada-Nya
Menghadap ka’bah, sedang ia dalam posisi berdiri
Ia berkata, “Pengaduanku kepadamu lemah dan hina”
Ketika engkau membebani aku, niscaya aku adalah orang yang rela meanggung beban
وأسلمت وجهي لمن أسلمت * له الأرض تحمل صخرا ثقالا
دحاها فلما استوت شدها * سواء وأرسى عليها الجبالا
وأسلمت وجهي لمن أسلمت * له المزن تحمل عذبا زلالا
إذا هي سيقت إلى بلدة * أطاعت فصبت عليها سجالا
وأسلمت وجهي لمن أسلمت * له الريح تصرف حالا فحالا
Aku pasrahkan diriku kepada Tuhan yang tunduk kepada-Nya, bumi yang membawa batu berat
Dia membentangkan bumi, ketika bumi telah rata, dia meneguhkannya secara sempurna, dia menegakkan di atas bumi, gunung-gunung
Aku pasrahkan diriku kepada Tuhan yang tunduk kepada-Nya orang-orang yang punya hajat, menanggung siksa dan kesalahan
Ketika bumi itu dihujani satu wilayahnya, maka bumi taat, lalu disiramkan kepadanya secara merata
Aku pasrahkan diriku kepada Tuhan yang tunduk padanya angin yang bertiap ke sana lalu kemari (Al-Bidayah Wa Al-Nihayah, juz 2).
Kedua rangkaian puisi di atas menunjukkan bahwa Zaid bin Amr bin Naufal mendeklarasikan diri sebagai pengikut agama Ibrahim. Tuhannya adalah Tuhan Ibrahim. Ketika Ibrahim mengajarkan ibadah menghadap Ka’bah sambil berdiri, Zaid bin Amr mengikutinya. Zaid bin Amr siap menerima beban kewajiban yang diberikan Tuhan jika saja Tuhan mewajibkan sesuatu kepadanya.
Dalam rangkaian puisi kedua, dijelaskan tentang sikap pasrah (islam) dalam diri Zaid bin Amr. Ia meyakini bahwa bumi, gunung, manusia, hujan, dan angin adalah ciptaan Allah SWT. Tuhan yang Esa. Penyerahan diri hendaknya diberikan kepada Tuhan yang Esa. Tidak kepada berhala-berhala.
أرب واحد أم ألف رب * أدين إذا تقسمت الأمور
عزلت اللات والعزى جميعا * كذلك يفعل الجلد الصبور
فلا العزى أدين ولا ابنتيها * ولا صنمي بني عمرو أزور
Apakah pada satu Tuhan atau seribu tuhan aku akan beragama ketika semua hal terpecah-pecah
Aku meninggalkan Lata, Uzza, seluruhnya. Begitulah yang dilakukan leluhur yang sabar
Tidak keapda Uzza aku menyembah, tidak pula kedua puteri Uzza, tidak pula pada dua berhala Bani Amr, aku berziarah
Dalam puisi ini, Zaid bin Amr menegaskan penolakannya pada berhala-berhala sesembahan orang Arab. Dengan gaya bahasa bertanya, ia menegaskan bahwa sejatinya yang harus dijadikan keyakinan adalah tauhid (meyakini hanya ada satu Tuhan yang berhak disembah).
Demikian puisi penuh nilai tauhid yang dibuat oleh seorang pengikut tauhid pada zaman sebelum datangnya Islam. Masa jahiliah dimana orang Quraisy saat itu tidak mendayagunakan akal-fikirannya sehingga mereka tersesat dalam keyakinan yang salah. Menyembah berhala-berhala yang tidak dapat memberi manfaat atau bahaya. Semoga puisi penuh nilai tauhid ini meningatkan kita tentang pentingnya bertauhid.