Harakah.id – Rasulullah SAW sendiri sebenarnya pernah menganjurkan agar sahabatnya menikahi perawan. Tetapi, setelah tahu alasan si sahabat menikahi janda, Rasulullah justru memuji dan mendoakannya.
Ada kesan di sebagian masyarakat bahwa menjadi janda adalah sebuah aib. Karena itu, menikahi janda terkadang dipandang sebagai kekurangan. Bahkan muncul pandangan bahwa menikahi perawan lebih utama dibanding menikahi seorang janda.
Pandangan semacam ini bahkan tumbuh di kalangan sebagian ulama. Karenanya, tidak mengherankan jika ada beberapa pernyataan para ulama yang cenderung menampilkan seakan menikahi perawan lebih dianjurkan dibanding janda. Tetapi, pada dasarnya para ulama berbeda pendapat soal mana yang lebih utama antara menikahi janda atau perawan.
Terlepas dari perdebatan para ulama, Rasulullah SAW sendiri sebenarnya pernah menganjurkan agar sahabatnya menikahi perawan. Tetapi, setelah tahu alasan si sahabat menikahi janda, Rasulullah justru memuji dan mendoakannya.
Hal ini sebagaimana terekam dalam hadis riwayat Imam Al-Bukhari;
عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «هَلْ نَكَحْتَ يَا جَابِرُ؟» قُلْتُ: نَعَمْ، قَالَ: «مَاذَا أَبِكْرًا أَمْ ثَيِّبًا؟» قُلْتُ: لاَ بَلْ ثَيِّبًا، قَالَ «فَهَلَّا جَارِيَةً تُلاَعِبُكَ» قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبِي قُتِلَ يَوْمَ أُحُدٍ، وَتَرَكَ تِسْعَ بَنَاتٍ، كُنَّ لِي تِسْعَ أَخَوَاتٍ، فَكَرِهْتُ أَنْ أَجْمَعَ إِلَيْهِنَّ جَارِيَةً خَرْقَاءَ مِثْلَهُنَّ، وَلَكِنِ امْرَأَةً تَمْشُطُهُنَّ وَتَقُومُ عَلَيْهِنَّ، قَالَ: «أَصَبْتَ» , (خ)
Dari Jabir yang berkata, “Rasulullah SAW berkata kepadaku, ‘Apakah kamu sudah menikah, Jabir?’ Saya menjawab, ‘Sudah.’ Rasulullah berkata, ‘Siapa yang kau nikahi, perawan atau janda?’ Saya menjawab, ‘Janda.’ Nabi SAW berkata, ‘Kenapa kamu tidak menikahi perawan yang engkau bisa mengajaknya bermain.’
Saya berkata, ‘Wahai Rasulullah, ayahku terbunuh dalam perang Uhud. Ia meninggalkan sembilan anak perempuan. Mereka adalah saudari-saudariku. Saya tak suka jika saya menambahkan seorang perawan yang berperilaku seperti mereka. Tetapi, saya perlu seorang perempuan yang bisa menyisir rambut mereka dan merawat mereka.’ Rasulullah SAW berkata, ‘Kamu benar.’ (HR. Al-Bukhari).
Dalam riwayat Imam Muslim, Nabi SAW tidak hanya memuji bahwa keputusan Jabir bin Abdullah itu benar. Tetapi Nabi SAW juga mendoakan sahabatnya itu.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، أَنَّ عَبْدَ اللهِ هَلَكَ، وَتَرَكَ تِسْعَ بَنَاتٍ – أَوْ قَالَ سَبْعَ – فَتَزَوَّجْتُ امْرَأَةً ثَيِّبًا، فَقَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَا جَابِرُ، تَزَوَّجْتَ؟» قَالَ: قُلْتُ: نَعَمْ، قَالَ: «فَبِكْرٌ، أَمْ ثَيِّبٌ؟» قَالَ: قُلْتُ: بَلْ ثَيِّبٌ يَا رَسُولَ اللهِ، قَالَ: «فَهَلَّا جَارِيَةً تُلَاعِبُهَا وَتُلَاعِبُكَ»، أَوْ قَالَ: «تُضَاحِكُهَا وَتُضَاحِكُكَ»، قَالَ: قُلْتُ لَهُ: إِنَّ عَبْدَ اللهِ هَلَكَ، وَتَرَكَ تِسْعَ بَنَاتٍ – أَوْ سَبْعَ -، وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ آتِيَهُنَّ أَوْ أَجِيئَهُنَّ بِمِثْلِهِنَّ، فَأَحْبَبْتُ أَنْ أَجِيءَ بِامْرَأَةٍ تَقُومُ عَلَيْهِنَّ، وَتُصْلِحُهُنَّ، قَالَ: «فَبَارَكَ اللهُ لَكَ»
Dari Jabir bin Abdullah bahwa Abdullah tewas dan meninggalkan sembilan atau tujuh anak perempuan. Saya (Jabir) lalu menikahi seorang janda. Lalu Rasulullah SAW berkata, “Wahai Jabir, kamu telah menikah?” Saya berkata, “Benar.” Rasul berkata, “Perawan atau janda?” Saya menjawab, “Janda, wahai Rasulullah.” Rasul berkata, “Kenapa tidak menikahi perawan, engkau bisa bermain dengan mereka dan mereka bermain-main denganmu?”
Atau “Engkau bersendagurau dengan mereka, mereka bersenda-gurau denganmu?” Saa berkata, “Abdullah tewas dan meninggalkan sembilan atau tujuh anak perempuan (masih kecil). Saya tak suka jika saya membawa perempuan yang masih berperilaku seperti mereka. Saya senang jika bisa membawa seorang perempuan yang bisa menjaga dan merawat mereka.” Rasulullah SAW berkata, “Barakallah laka (Semoga Allah menganugerahkan keberkahan kepadamu).” (HR. Muslim)
Berangkat dari hadis ini, para ulama mazhab Syafi’i menganjurkan menikahi janda bagi orang yang memiliki tanggungjawab seperti yang dialami sahabat Jabir bin Abdullah di atas.
Dalam kitab Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah dikatakan,
الشَّافِعِيَّةَ وَالْحَنَابِلَةَ نَصُّوا عَلَى أَنَّ الثَّيِّبَ أَوْلَى لِمَنْ لَهُ مَصْلَحَةٌ أَرْجَحُ فِي نِكَاحِ الثَّيِّبِ فَيُقَدِّمُهَا عَلَى الْبِكْرِ مُرَاعَاةً لِلْمَصْلَحَةِ، كَالْعَاجِزِ عَنْ الاِفْتِضَاضِ، وَمِنْ عِنْدِهِ عِيَالٌ يَحْتَاجُ إِلَى مَنْ تَقُومُ عَلَيْهِنَّ كَمَا اسْتَصْوَبَهُ
Para ulama mazhab Syafi’i dan Hanbali menegaskan bahwa menikahi janda lebih utama bagi orang yang punya kemaslahatan lebih dengan menikahi janda. Hendaknya ia mendahulukan menikahi janda dibanding perawan untuk menjaga kemaslatan. Seperti orang yang tak punya kemampuan menjebol keperawanan dan orang yang memiliki tanggung jawab merawat keluarga yang membutuhkan perawat sebagaimana dialami oleh sahabat Jabir bin Abdullah. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, Jilid 41, hlm. 288).
Demikian ulasan tentang pujian Rasulullah kepada sahabatnya yang menikahi janda.